WELCOME TO 11 IPA 4 BLOG

Merayakan Kemerdekaan HUT RI ke-65

Proklamasi kemerdekaan, senjata tentara Jepang mengancam disampingnya .Selain itu sebelum menyiapkan Proklamasi Kemerdekaan terdapat perbedaan pendapat para tokoh pemimpin bangsa antara golongan tua dengan golongan pemuda. Tentu itu sangat berbahaya bila konflik internal itu menjadi besar. Namun, masalah tersebut dapat di atasi bukan itu saja keselamatan bangsa Indonesia juga sangat terancam karena pengaruh penjajah masih seutuhnya belum terlepas. Yang dikhawatirkan saat bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan tiba-tiba penjajah malah menghabisi bangsa Indonesia dengan kesederhanaan namun dibarengi dengan tekad yang kuat bangsa Indonesia mampu melaksanakan upacara Proklamasi kemerdekaan.

Sebenarnya kemerdekaan merupakan anugrah Tuhan kepada setiap manusia sejak lahir itu adalah hak insan yang mutlak didapat dan tidak dapat dipaksakan Tuhan memberi Kemerdekaan kepada manusia agar dapat mengembangkan diri dengan awal komponen-komponen yang dimiliki yang nantinya dapat melakukan sesuatu dan hasilnya akan ia pertanggungjawabkan sendiri kepada Tuhan. Hal tersebut juga berlaku bagi bangsa Indonesia takdir kemerdekaan telah kita dapatkan dari tangan Tuhan tentu seharusnya kita mengsisi kemerdekaan ini dengan kebaikan dan kemajuan pembangunan harus terus diperjuangkan kita harus berkembang menjadi bangsa yang lebih maju baik dari segi intelektual, spiritual , maupun emosional dalam bidang apapun posisi diri kita .

Masa depan bangsa Indonesia terletak di tangan generasi penerus nenek moyang bangsa Indonesia . Sekarang  tentu para pemuda dahulu nenek moyang kita berjuang melawan penjajah sekarang tinggal kita yang meneruskan perjuangannya tetapi dengan cara berbeda kita harus mengembangkan akal dan hati untuk menjadi bangsa Indonesia bangsa yang lebih maju. Berbagai program pembangunan yang positif harus kita dukung dan yang sangat perlu digarisbawahi sebagai fundamental untuk melakukan perjuangan itu, peerjuangan yang berawal dan berujung dan berpusat pada hati nurani.

Lagu Kebangsaan Republik Indonesia



Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini pertama kali diperkenalkan oleh komponisnya, Wage Rudolf Soepratman, pada tanggal 28 Oktober 1928 pada saat Kongres Pemuda II di Batavia. Lagu ini menandakan kelahiran pergerakan nasionalisme seluruh nusantara di Indonesia yang mendukung ide satu "Indonesia" sebagai penerus Hindia Belanda, daripada dipecah menjadi beberapa koloni.


Stanza pertama dari Indonesia Raya dipilih sebagai lagu kebangsaan ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Indonesia Raya dimainkan pada upacara bendera. Bendera Indonesia dinaikkan dengan khidmat dan gerakan yang diatur sedemikian supaya bendera mencapai puncak tiang bendera ketika lagu berakhir. Upacara bendera utama diadakan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Upacara ini dipimpin oleh Presiden Indonesia.
Sejarah

Ketika mempublikasikan Indonesia Raya tahun 1928, Wage Rudolf Soepratman dengan jelas menuliskan "lagu kebangsaan" di bawah judul Indonesia Raya. Teks lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali oleh suratkabar Sin Po.
Setelah dikumandangkan tahun 1928 dihadapan para peserta Kongres Pemuda II dengan biola, pemerintah kolonial Hindia Belanda segera melarang penyebutan lagu kebangsaan bagi Indonesia Raya. Meskipun demikian, para pemuda tidak gentar. Mereka menyanyikan lagu itu dengan mengucapkan "Mulia, Mulia!" (bukan "Merdeka, Merdeka!") pada refrein. Akan tetapi, tetap saja mereka menganggap lagu itu sebagai lagu kebangsaan.[1] Selanjutnya lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan pada setiap rapat partai-partai politik. Setelah Indonesia merdeka, lagu itu ditetapkan sebagai lagu Kebangsaan perlambang persatuan bangsa.
Namun pada saat menjelaskan hasil Festival Film Indonesia (FFI) 2006 yang kontroversial dan pada kompas tahun 1990-an, Remy Sylado, seorang budayawan dan seniman senior Indonesia mengatakan bahwa lagu Indonesia Raya merupakan jiplakan dari sebuah lagu yang diciptakan tahun 1600-an berjudul Lekka Lekka Pinda Pinda. Kaye A. Solapung, seorang pengamat musik, menanggap tulisan Remy dalam Kompas tanggal 22 Desember 1991. Ia mengatakan bahwa Remy hanya sekadar mengulang tuduhan Amir Pasaribu pada tahun 1950-an. Ia juga mengatakan dengan mengutip Amir Pasaribu bahwa dalam literatur musik, ada lagu Lekka Lekka Pinda Pinda di Belanda, begitu pula Boola-Boola di Amerika Serikat. Solapung kemudian membedah lagu-lagu itu. Menurutnya, lagu Boola-boola dan Lekka Lekka tidak sama persis dengan Indonesia Raya, dengan hanya delapan ketuk yang sama. Begitu juga dengan penggunaan Chord yang jelas berbeda. Sehingga, ia menyimpulkan bahwa Indonesia Raya tidak menjiplak.